Masyarakat adat Paser merupakan salah satu dari sekian
banyaknya suku bangsa yang ada di Indonesia. Yang mempunyai sejarah asal-usul,
wilayah adat, hukum adat dan tata cara hidup tersendiri yang dimiliki.
Paser merupakan nama sebuah suku yang mendiami Pulau
Kalimantan, tepatnya di Provinsi Kalimantan Timur. yang meliputi 3 (tiga)
wilayah administratif, yakni Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara dan
Balikpapan. Namun wilayah adatnya juga ada yang masuk sebagian di Provinsi
Kalimantan Selatan.
Dewasa ini masyarakat adat Paser diperhadapkan dengan
situasi dimana masyarakat adat harus terlibat aktif penuh dalam perluasan
politik masyarakat adat, guna untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa dan
masyarkat adat untuk bisa mandiri secara ekonomi, berdaulat secara politik dan
bermartabat secara budaya. Namun hal itu bukanlah mudah untuk mencapai dan
meraih cita-cita besar tersebut. Butuh kesadaran bersama, perjuangan bersama,
dan konsistensi serta loyalitas terhadap sebuah perjuangan yang tinggi. Mengingat
trauma politik yang mendalam akibat dari akumulasi dari pembodohan-pembodohanyang
cukup lama selama ini oleh para elit-elit politik yang mengatasnamakan
kesejahteraan rakyat, namun dibalik itu ada niatan yang sangat jahat, untuk
menguasai dan menjarah sumber daya yang ada. Dan itu terbukti dengan banyaknya
perampasan hak atas wilayah adat, sumber daya alam, dan bahkan diskriminasi
serta kriminalisasi pun menjadi hal yang sangat sering terjadi dan diterima masyatakat
adat Paser.
Maka menurut penulis langkah awal yang pertama yang harus
dibangun adalah, membangkitkan rasa percaya diri kepada generasi muda Paser,
bahwa Mayarakat adat Paser jika ingin maju, jika ingin setara atau bahkan lebih
daripada yang lain adalah dengan menumbuh-kembangkan rasa percaya diri bahwa
Paser berhak penuh atas wilayah adatnya, generasi Paser juga berhak menentukan
arah hidup dirinya dan kampungnya, mengingat masyarakat adat Paser merupakan
pemilik yang sah atas wilayah adat dengan segenap sumber daya yang ada, yang
diwarisi dari para leluhur masyarakat adat Paser.
Langkah yang kedua, adalah generasi muda Paser harus
berani membuka diri terhadap kemajuan, menyerap segala macam pembaharuan yang
konstruktif dengan tidak meninggalkan nilai-nilai adat istiadat yang diwarisi
oleh leluhurnya, sehingga generasi tersebut tetap tidak kehilangan jati dirinya
sebagai masyarakat adat.
Langkah yang ketiga, Kaderisasi dan Distribusi Kader
Potensial. Ini penting untuk difahami dan dilakukan oleh segenap pihak dan
lembaga, pemerhati dan penggiat masyarakat adat Paser. Karena jika ingin
masyarakat adat kuat, maka masyarakat adat juga harus berani melawan arus atau mungkin
mengikuti arus perubahan. Karena stigma masyarakat adat yang selama ini
dianggap kolot, kampungan dan dianggap tidak bisa jadi pemimpin itu masih
sering kita dengar, namum itu akan terbantahkan jika kita sebagai generasi muda
ini mampu bangkit dan mengatakan kepada dunia bahwa kita juga sama. Kita juga
berhak menentukan nasib kita di tanah kita sendiri.
Distribusi kader potensial yang dimaksud adalah,
membekali diri para kader masyarakat adat dengan bermacam disiplin ilmu
pengetahuan, baik sosial, politik, budaya dst. sesuai dengan kompotensi masing –masing kader
masyarakat adat. Lalu mendorong para gerenasi muda Paser tersebut untuk mengisi
sektor-sektor yang dianggap sesuai yang bisa membawa perubahan yang lebih baik untuk
kemajuan masyarakat adat dan wilayah adatnya,serta untuk kemajuan negara dan
bangsa Indonesia yang kita cintai ini.
Dalam dunia politik, Masyarakat Adat Paser jelas punya
suara yang sama, bahwa mereka ingin dipimpin oleh suku asli Paser itu sendiri,
ini terbukti dari keinginan-keinginan disertai dengan perjuangan yang dilakukan
pada beberapa dekade terakhir ini. Meski pada akhirnya kesempatan dan cita-cita
besar itu belum terwujud. Namun tetap saja bahwa perjungan itu tidak berhenti
disitu saja. Masyarakat Adat Paser terus berbenah, terus mempersiapkan diri
untuk merebut kekuasaan itu dari mereka yang selama ini dianggap belum bisa
membawa banyak perubahan bagi masyarakat adat Paser, bahkan justru sebaliknya.
Dan keinginan ini tentu saja sangat beralasan, bahwa
memang hanya masyarakat adat Paserlah yang bisa mengerti, memahami dan serta ingin
melihat negerinya lebih baik. Karena selama ini masyarakat adat Paser menganggap
bahwa mereka selain masyarakat adat Paser yang menjadi pemimpin hanya mengasihani dan mungkin
mereka menganggap sebatas hanya memahami kesulitan dan kepedihan yang dialami
masyarakat adat Paser. Dan teriakan-teriakan ini selalu muncul dalam setiap
aksi gerakan masyarakat adat Paser, di forum-forum, media sosial, warung-warung
kopi disudut-sudut kampung dan dibanyak tempat yang lainnya.
Dan ini menarik jika ditarik dalam bingkai kenegaraan dan
kebangsaan yang biasa kita sebut NKRI. Yang menganut faham Bhineka Tunggal Ika,
Berbeda-beda tapi tetap satu.
Sejauh ini negara dirasakan belum sepenuhnya hadir sebagai
pelindung bagi warga negaranya. Karenanya tidak berlebihan jika kiranya
masyarakat adat banyak menuntut dan meminta pengakuan yang lebih kepada negara.
Salah satunya adalah dengan mempertegas diri bahwa masyarakat adat Paser berhak
menetukan nasibnya sendiri ditanah leluhurnya. Bahwa jika negara meniadakan
masyarakat adat sama halnya meniadakan negara sendiri.
Dipenghujung penulis ingin menegaskan, bahwa memang jika
masyakarat adat Paser ingin melangkah maju, harus berani keluar dari stigma
buruk yang terus ditanamkan dan dilontarkan oleh orang-orang yang ingin
menguasai Paser, yang justru mengkerdilkan masyarakat adat Paser itu sendiri. Dengan
merubah pola fikir kearah yang lebih baik dan membangun rasa kepercayaan yang
tinggi disertai dengan kemauan belajar yang kuat. Serta tidak kaku apalagi tabu
menghadapi perbedaan dan perubahan yang terjadi. Dan penulis juga ingin
mengutip sebuah kata-kata sangat populer bahwa ada tiga cara untuk menguasaikan
suatu negeri/bangsa : Pertama, Kaburkan Sejarahnya. Kedua, Hilangkan Bukti
Sejarahnya, sehingga tidak bisa lagi diteliti dan dibuktikan kebenarannya. Ketiga,
Putuskan hubungan mereka dengan leluhurnya. Dengan mengatakan kepada mereka
bahwa leluhur mereka bodoh, syirik dan primitif agar mereka membencinya.
Ise Aso Ena Makse
Taka’ (Siapa Lagi Jika Bukan Kita)
Syukran Amin
Palangkaraya, 26 Juli 2016
Bergerak untuk maju
BalasHapusJangan sampai di marginalkan.